Laporan KHL

By Agus Nurul K - 8:36 AM

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Aksiologi Ekosistem Pesisir
Ekosistem pesisir dan laut merupakan ekosistem alamiah yang produktif, unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pangan, keperluan rumah tangga dan industri yang dalam konteks ekonomi bernilai komersial tinggi, ekosistem pesisir dan laut juga memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan dan tumbuh besar, serta tempat mencari makanan bagi beragam biota laut. Di samping itu, ekosistem pesisir dan laut berperan pula sebagai pelindung pantai atau penahan abrasi bagi wilayah daratan yang berada di belakang ekosistem ini . Tata ruang sebagai wujud struktural ruang dan pola penggunaannya secara terencana atau tidak dari bagian permukaan bumi di laut dan pesisir, dikenal selama ini sebagai objek dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Selain mengandung beraneka ragam sumber daya alam dan jasa lingkungan yang telah dan sementara dimanfaatkan manusia, ruang laut dan pesisir menampilkan berbagai isu menyangkut keterbatasan dan konflik dalam penggunaannya. Untuk mengharapkan keberlanjutan manfaat ruang laut dan pesisir, berbagai upaya sadar selayaknya digiatkan dalam suatu rangkaian penataan ruang. Secara normatif, penataan ruang dipahami sebagai suatu rangkaian proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dialokasikan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya .Perencanaan tata ruang memungkinkan fungsi dan manfaat ruang tersebut dapat berkelanjutan dinikmati oleh manusia. Hal ini menjadi semakin penting karena ruang laut dan pesisir peka terhadap gangguan sehingga setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangan di mana pun juga di wilayah ini, secara potensial dapat merupakan sumber kerusakan bagi ekosistem-ekosistem di wilayah ini.
Wilayah pantai dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Sejarah perkembangan pengklasifikasian pantai di awali tahun 1930 oleh Francis Shepard kemudian mengalami beberapa kali perubahan pada tahun 1948, 1963 dan terakhir di perbaharui pada tahun 1973 dimana klasifikasi ini menjadi standart dan dipakai oleh U.S Army of Engineers (1998) sebagai dasar untuk membuat klasifikasi pantai. Pantai berlumpur sendiri secara genetik di golongkan sebagai marine deposition coast. Secara harafiah di ambil dari bahasa inggris adalah mudflat atau salt marshes yang berbentuk delta (deltaic) atau pantai secara gradien datar dan memiliki pengaruh gelombang kecil.
Peran ekosistem pantai berlumpur di wilayah pesisir tergambar oleh kehadiran ekosistem lainnya seperti ekosistem hutan mangrove dan ekosistem delta yang saling memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Adanya aktivitas fauna dan flora serta keadaan hydrodinamika air laut seperti kejadian pasang dan surut (tidal), arus pasang surut (tidal current), gelombang (waves), distribusi salinitas dan transport sedimen merupakan suatu keadaan in situ dari ekosistem ini.
Walaupun sudah banyak informasi dan literatur menceritakan keadaan-keadaan alamiah di atas akan tetapi pembahasan keterkaitan antara rantai makanan, proses-proses fisik dan aliran karbon di ekosistem pantai berlumpur belumlah dijalaskan secara spesisik kebermaknaanya dalam suatu runutan dimensi ekosistem pesisir.
1.2 Tujuan
o Untuk mengetahui hubungan/interaksi dan keterkaitan antara biota yang ditemukan dengan ekosistem pantai berlumpur
o Untuk mengetahui pembagian zonasi pada ekosistem pantai berlumpur
o Untuk mengetahui keterkaitan antra ekosistem pantai berlumpur dengan ekosistem sekitarnya
1.3 Manfaat
• Pada praktikum Oseanografi Biologi ini para praktikan diharapkan dapat mengetahui hubungan-hubungan antara biota-biota yang berada di daerah pantai berlumpur.
• Dengan memasuki kawasan pantai berlumpur para praktikan dapat mengetahui dengan jelas pembagian zonasi yang berada di pantai berlumpur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur dicirikan oleh ukuran butiran sedimen sangat halus dan memiliki tingkat bahan organik yang tinggi, pantai ini pula banyak dipengaruhi oleh pasang surut yang mengaduk sedimen secara periodik. Interaksi organisme dengan sedimen dan pengaruh evaporasi perairan sangat tinggi di lingkungannya. Seperti yang terdapat di laut kuning, Korea Selatan dan teluk Fundy di Amerika Utara adalah gambaran luasnya daerah kepesisiran dengan dominasi sebagai daerah pengendapan lumpur (mud deposition) yang mengurung daerah tersebut, sehingga menjadikan pantai berlumpur sebagai mintakat yang memiliki pengaruh energi rendah seperti estuari dan lagoon juga sebagai daerah pemasukan air tawar (influx freshwaters) dalam jumlah yang besar sehingga kompleksitas sedimen dominan adalah berbutir halus
(Bengen, 2002)

Bagaimanapun, pelumpuran yang terjadi di wilayah pantai tidak hanya disebabkan oleh energi lingkungan rendah, akantetapi bahwa kelipahan sedimen seperti sedimen halus, pengendapan lumpur dapat tetap berlaku dan bahkan pada pantai yang memiliki pengaruh gelombang yang besar.

Gambar 2. Faktor pengontrol konsentrasi sediment di kolom air (Webster et al, 2003)

Selanjutnya, oleh Webster et al, 2003 membagi tidalflat kedalam 3 (tiga) model,yaitu:
 Subtidal, merupakan daerah di bawah pasang surut dan selalu terekspose (kelihatan) daratannya karena tidak tertutup oleh genangan air. Sedimen akan membentuk sabuk (belt) searah dengan garis pantai dimana pengaruh daerah intertidal sangat besar sehingga sedimen dasar dari subtidal ini membentuk liang (burrowed) dan butiran (pelletized). Aliran air juga, turut serta di dalam pergerakan sedimen memotong areal ini, menjadikan ukuran butiran sedimennya bertambah halus. Penghalusan sedimen tersebut terjadi karena dipindahkannya sedimen berukuran kasar (coarse sediment) oleh aliran sungai dan setelah mencapai muara sungai akan dikurung oleh kondisi pasang-surut daerahnya, sehingga tidak mudah tertembus oleh pengaruh eksternal lainnya. Adanya proses ini, mengakibatkan daerah muara sungai selalu terjadi pelumpuran .
 Zona Intertidal, merupakan zona yang berada di antara surut normal dan pasang tinggi yang mana keterjadian pasang dan surutnya terjadi dua kali dalam sehari (semidiurnal tides). Gabungan gaya yang mengangkut selama waktu transport, akan mengakibatkan deposisi dimuara sungai, susunan lithologi pantai campuran pasir dan lumpur terdapat dibagian tengah sedangkan pasir dominan berada paling datar (ujung) dari zona intertidal. Transport sediment tersuspensi (melayang) di rataan intertidal, membentuk formasi lumpur dan liat yang mempunyai keadaan bioturbasi, rekahan lumpur dan pelemahan arus. Di daerah tengah dari rataan intertidal, terkover separuh siklus pasang surutnya memiliki perioda penenggelaman sama dengan perioda pengangkutan sedimen pada setiap lapisan yang terbentuk di rataan tersebut. Keadaan dinamis antara pasir dan lumpur akan saling bertukar tempat akibat pengaruh aliran atau olakan gelombang dengan kecenderungan bahwa olakan ini akan membawa material sedimen kelaut lapas (open sea). Pengangkutan dan pengendapan pasir, adalah merupakan fenomena yang terjadi di zona intertidal pantai berlumpur, terindikasi bahwa transport sedimen melayang dan didasar air umumnya aktiv pada saat pasang terendah.
 Zona Supralittoral, merupakan zona di atas pasang naik sedangkan sedimennya terdeposit ditunjukkan oleh adanya subareal dengan kondisi pada umumnya memiliki waktu penggenangan selama terjadi badai (musim semi). Zone ini dibagi dengan melihat kondisi alamiah pantai tersebut, yang mana diawali oleh tumbuhnya beberapa vegetasi pantai berlumpur dan badan pasir. Storm-Driven di daerah supratidal ikut serta di dalam mensuplai sedimen sehingga menciptakan lapisan sedimen hanya dalam beberapa jam. Lapisan ini yang terbentuk akibat badai akan terjadi pengkayaan karbon oleh ganggang organik, yang berkembang biak saat terjadi badai. Pada bagian lain dari daerah supralittoral dominasi ganggang blue-green filamentous menjerat dan mengikat sedimen berbutir halus lewat alga yang ada di daerah subtidal. Pengikatan sedimen oleh alga di daerah subtidal sehingga terjadi penumpukan sedimen di muara sungai, disamping itupula banyaknya sedimen diakibatkan oleh banjir. Dominasi pasang surut, mengakibatkan pelumpuran sehingga pada waktu penggenangan akan terbentuk beting-beting lumpur sedangkan pada saat surut akan mengalami pengeringan.

Gambar 3. Klasifikasi wilayah pesisir ( Webster et al, 2003)
( Webster et al, 2003)

Pantai berlumpur adalah merupakan salah satu wilayah yang berada di pesisir memiliki cadangan niutrient yang melimpah. Walaupun, pantai ini sendiri belum banyak di manfaatkan secara berkelanjutan, dimana fungsi pantai ini sendiri hanya merupakan bagian kecil yang ada di sub-sub ekosistem wilayah pesisir. Cadangan karbon yang tersedia di pantai berlumpur belum banyak terungkap, terbukti dari hasil penelusuran pustaka sangat sedikit informasi yang diberikan oleh para peneliti. Akan tetapi ini bukan merupakan suatu hambatan untuk di telaah lebih lanjut untuk di kaji berkenaan dengan issue global saat ini. Yang menarik ditelusuri adalah proses sink dan source carbon di pantai berlumpur itu sendiri, yang penulis ketahui bahawa untuk dilautan lepas atau samudera sudah banyak ditelaah dan diinformasikan mengenai dua kasus tersebut.
Lainnya halnya dengan keberadaan fisik pantai berlumpur, proses dinamika yang dimodelkan oleh Towned adalah merupakan jawaban bahwa wilayah pantai berlumpur adalah artopogenik, dimana menunjukkan kekhasan alamiah di lihat adanya pengaruh aktiv antara laut dan darat itu sendiri. Pelumpuran yang terjadi adalah merupakan proses panjang, sehinga wilayah estuaria sendiri mengalami banyak tekanan baik secara natural maupun human impact terhadap sistem tersebut.
Oleh Johannessen pada tahun 2005 mendefinisikan siklus Krebs yang berkembang sejak tahun 1972 dan disempurnakan walaupun dilakukan dala skala kecil untuk wilayah pantai berlumpur dan pantai secara keseluruhan.
(http://jchkumaat.wordpress.com)

2.2 Rantai Makanan Pantai Berlumpur
Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/rantai_makanan)


Ada dua tipe dasar rantai makanan:
1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-herbivora-carnivora.
2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa) predator.
Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai makanan di dalam suatu komunitas yang kompleks antar komunitas, selain daripada itu, suatu rantai makanan adalah suatu kelompok organisma yang melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu., cahaya matahari, phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar, binatang menyusui). Jenis dan variasi rantai makanan adalah sama banyak seperti jenis/spesies di antara mereka dan tempat kediaman yang mendukung mereka. Selanjutnya, rantai makanan dianalisa didasarkan pada pemahaman bagaimana rantai makanan tersebut memperbaiki mekanisme pembentukannya. Ini dapat lebih lanjut dianalisa sebab bagaimanapun jenis tunggal boleh menduduki lebih dari satu tingkatan trophic di dalam suatu rantai makanan.
(Johannessen et al, 2005)

Gambar 4. Rantai makanan di wilayah pesisir

Dalam bagian ini, diuraikan tiga bagian terbesar dalam rantai makanan yaitu: phytoplankton, zooplankton, dan infauna benthic. Sebab phytoplankton dan zooplankton adalah komponen rantai makanan utama dan penting, dimana bagian ini berisi informasi yang mendukung keberadaan organisme tersebut. Sedangkan, infauna benthic adalah proses yang melengkapi pentingnya rantai makanan di dalam ekosistem pantai berlumpur. Selanjutnya, pembahasan ini penekananya pada bagaimana mata rantai antara rantai makanan dan tempat berlundungnya (tidal flat; pantai berlumpur).
(Johannessen et al, 2005)

2.3 Adaptasi Organisme
Kebanyakan organisme yang menempati daerah ini menunjukkan adaptasi dalam menggali dan melewati substrat yang lunak atau menempati saluran yang permanen dalam substrat. Dikarenakan pantai lumpur juga agak tandus, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya organisme yang menempati permukaan daratan lumpur. Kehadiran organisme di pantai berlumpur ditunjukkan oleh adanya berbagai lubang di permukaan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda. Jadi, salah satu adaptasi utama dari organisme di daratan lumpur adalah kemampuan untuk menggali substrat atau membentuk saluran yang permanen.
Adaptasi utama yang kedua berkaitan dengan kondisi anaerobik yang merata di seluruh substrat. Jika organisme ingin tetaphidup ketika terkubur dalam substrat, mereka harus beradaptasi untuk hidup dalam keadaan anaerobik atau harus membuat beberapa jalan yang dapat mengalirkan air dari permukaan yang mengandung banyak oksigen ke bawah. Untuk mendapatkan air dari permukaan yang kaya oksigen dan makanan maka muncul berbagai lubang dan saluran di permukaan daratan lumpur. Adaptasi yang umum terhadap rendahnya ketersediaan oksigen adalah dengan membentuk alat pengangkut (misalnya, hemoglobin) yang dapat terus-menerus mengangkut oksigen dengan konsertasi yang lebih baik dibandingkan dengan pigmen yang sama pada organisme lain.
(Nybakken, 1982)
2.4 Tipe Organisme
Pantai berlumpur sering menhasilkan suatu pertumbuhan yang besar dari berbagai tumbuhan. Di atas daratan lumpur yang kosong, tumbuhan yang paling berlimpah adalah diatom, yang hidup di lapisan permukaan lumpur dan biasanya menghasilkan warna kecoklatan pada permukaan lumpur pada saat terjadi pasang-turun. Tumbuhan lain termasuk makroalga, Glacilaria, Ulva, dan Enteromorpha. Pada daerah lain, khusus pada pasut terendah hidup berbagai rumput laut, seperti Zostera.
Daratan berlumpur mengandung sejumlah besar bakteri, yang memakan sejumlah besar bahan organik. Bakteri ini merupakan satu-satunya organisme yang melimpah pada lapisan anaerobikdi pantai berlumpurdan membentuk biomassa yang berarti. Bakteri ini dinamakan Bakteri Kemosintesis atau Bakteri Sulfur, bakteri ini mendapatkan energi dari hasil oksidasi beberapa senyawa sulfur yang tereduksi, seperti berbagai sulfida (misalnya, H2S). Mereka menghasilkan bahan organik dengan menggunakan energi yang didapat dari oksidasi senyawa sulfur yang tereduksi, berbeda dengan tumbuhan yang menghasilkan bahan organik menggunakan energi matahari.
Karena bakteri ototrofik ini berlokasi di lapisan anaerobik di lumpur, maka daratan lumpur merupakan daerah yang unik di lingkungan laut, mereka mempunyai dua lapisan yang berbeda di mana produktivitas primer terjadi, daerah tempat diatom, alga, dan rumput lautmelakukan fotosintesis, dan lapisan dalam tempat bakteri melakukan kemosintesis. Mahluk dominan yang terdapat pada daratan lumpur, yaitu cacing polichaeta, moluska bivalvia, dan krustacea besar dan kecil, tetapi dengan jenis yang berbeda.
(Nybakken, 1982)

2.5 Plankton
2.5.1 Phytoplankton
Pertumbuhan phytoplankton di wilayah pantai berlumpur diatur dengan suatu interaksi antara matahari, hujan, bahan gizi, dan gerakan massa air, serta convergensi yang di akibatkan oleh arus laut. Sampai jumlah tertentu produksi phytoplankton tergantung pada cuaca, dengan pencampuran dan stratifikasi kolom air yang mengendalikan produktivitas utama. Percampuran massa air vertikal yang kuat mempunyai suatu efek negatif terhadap produktivitas, dengan mengurangi perkembangan phytoplankton maka terjadi penambahan energi itu sendiri dan penting bagi fotosintesis. Bagaimanapun, pencampuran vertikal adalah juga diuntungkan karena proses penambahan energi, yang membawa bahan gizi (nutrient) dari air menuju ke permukaan di mana mereka dapat digunakan oleh phytoplankton.
2.5.2 Zooplankton dan Heterotrophs Lain
Zooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisma trophic sekunder yang berlaku sebagai consumer utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu relung ekologis penting sebagai mata rantai antara produksi phytoplankton utama dan produktivitas ikan. Ikan contohnya, dengan ukuran panjang antara 50 - 200 milimeter, seperti; ikan herring juvenile dan dewasa, smelt, stickleback, sand lance, dan ikan salem dewasa, minyak ikan, hake, pollock, lingcod, sablefish, dan ikan hiu kecil, memperoleh bagian terbesar gizi mereka dari zooplankton dan heterotrophs lain. Penambahan konsumen utama ini adalah mangsa utama untuk sculpins, rockfish, ikan hiu, burung, dan paus ballen. Di muara sungai Duwamish (dengan kedalaman 4), ditemukan ikan salem muda memangsa gammarid amphipods yang lebih besar dari ukuran tubuhnya. Selain itu, ikan salem juga menyukai jenis Corophium salmonis dan Eogammarus confervicolus. Sebagai tambahan, gammarid amphipods, dalam bentuk juvenille mengkonsumsi calanoid dan harpacticoid copepods. Merah muda pemuda ikan salem, pada sisi lain, lebih menyukai harpacticoids yang diikuti oleh calanoid copepods. Juvenille chinook mempercayakan kepada gammaridean amphipods dan calanoid copepods sebagai betuk diet mereka. Menunjukkan bahwa 85 sampai 92 % zooplankton di teluk adalah calanoid copepods. Secara teknis, istilah zooplankton mengacu pada format hewan plankton, yang tinggal di kolom air dan pergerakan utama semata-mata dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan (current movement). Bagaimanapun, yang mereka lakukan akan mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat vertikal terhadap kolom air dan boleh juga berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke laut lepas sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari lokasi yang cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan sonik lapisan menyebar ketika zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari dan tempat yag terdalam pada siang hari. Pada daerah berlumpur dengan olakan gelombang besar, migrasi vertical zooplankton akan terhalang. Sedangkan, migrasi horisontal musiman mengakibatkan zooplankton akan mengalami blooming (pengkayaan).
(http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm)

2.6 Infauna dan Epifauna Benthic
Infauna Benthic (organisma yang tinggal di sedimen) dan epifauna (organisma yang mempertahankan hidup di sedimen) adalah suatu kumpulan taxa berbeda-beda mencakup clam, ketam, cacing, keong, udang, dan ikan. Sedangkan burrowers, adalah binatang pemakan bangkai, pemangsa, dan pemberi makan/tempat makan sejumlah phytoplankton, zooplankton, sedimen, detritus dan nutrient lainnya.
Mereka berperan penting dalam jaring makanan di pantai berlumpur, juga bertindak sebagai konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik pada tingkatan trophic lebih tinggi, sehingga menyokong peningkatan produktivitas alam bebas (wildlife) dan ikan. Di lain pihak, ikan-ikan demersal, neretic, dan pemangsa terestrial contohnya elasmobranchs ( ikan hiu, skates dan manta rays-pari), flatfish dan bottomdwelling jenis lainnya; shorebirds; mamalia laut, termasuk ikan paus dan berang-berang laut; dan manusia. Dengan diuraikannya secara rinci bagaimana berbagai rantai makanan terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu pada benthic community dalam system dinamika pantai berlumpur adalah penting untuk di jawab bahwa ekosistem pantai berlumpur ini berperan di dalam keseimbangan produktifitas primer perairan.
Zedler (1980)

2.7 Padang Lamun
2.7.1 Definisi Lamun
Lamun (seagrass) adalah satu satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang hidup di lingkungan laut. Tumbuh tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal dan berlumpur. Seperti hal¬nya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai tangkai yang merayap yang efektif untuk berbiak. Berbeda dengan tumbuh tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan meng¬hasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat zat hara. Sebagai sumberdaya hayati, lamun banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
2.7.2 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun
- Peairan laut dangkal berlumpur dan mengandung pasir.
- Kedalaman tidak lebih dari 10 meter, sehingga sinar matahari dapat menembus.
- Temperatur antara 20-30 derajat celcius.
- Kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
- Kadar garam 25-35 per mil.
2.7.3 Fungsi Lamun
- Sebagai tempat berkembangbiaknya ikan-ikan kecil dan udang.
- Sebagai perangkap sedimen sehingga terhindar dari erosi.
- Sebagai penyedia bahan makanan berbagai ikan yang hidup di padang lamun.
- Sebagai bahan untuk membuat pupuk.e.sebagai bahan untuk membuat kertas.
(http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm)

2.8 Mangrove
2.8.1 Definisi Mangrove
Mangrove sebagai ekosistem didefinisikan sebagai mintakat (zona) antar-pasang-surut (pasut) dan supra (atas)-pasut dari pantai berlumpur di teluk, danau (air payau) dan estuari, yang didominasi oleh halofit berkayu yang beradaptasi tinggi dan terkait dengan alur air yang terus mengalir (sungai), rawa dan kali-mati (backwater) bersama-sama dengan populasi flora dan fauna di dalamnya. Di tempat yang tak ada muara sungai biasanya hutan mangrovenya agak tipis. Sebaliknya, di tempat yang mempunyai muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur dan pasir, biasanya mangrovenya tumbuh meluas.


2.8.1 Ekosistem Mangrove
Ekosistem ini mempunyai dua komponen lingkungan, yakni darat (terestrial) dan air (akuatik). Lingkungan akuatik pun dibagi dua, laut dan air tawar. Ekosistem Mangrove juga memiliki karakteristik sangat idealis, yaitu Ekosistem dari mangrove ini lebih cocok dan cepat tumbuh pada daerah atau pantai yang berlumpur. Ekosistem mangrove dikenal sangat produktif, penuh sumberdaya tetapi peka terhadap gangguan. Ia juga dikenal sebagai pensubsidi energi, karena adanya arus pasut yang berperan menyebarkan zat hara yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove ke lingkungan sekitarnya. Dengan potensi yang sedemikian rupa dan potensi-potensi lain yang dimilikinya, ekosistem mangrove telah menawarkan begitu banyak manfaat kepada manusia sehingga keberadaannya di alam tidak sepi dari perusakan, bahkan pemusnahan oleh manusia.
(http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm)
2.9 Rumput Laut
Pada daerah pantai berlumpur sulit untuk menemukan rumput laut karena pada pantai berlumpur bukan merupakan dominasi tempat ekosistem rumput laut itu sendiri.
Pada lokasi pantai berlumpur mungkin masih bisa ditemukan juga rumput laut yang jenisnya Annulata karena jenis rumput laut ini mempunyai kepadatan tertinggi yaitu 4760 per hektar dengan np 95,43%. Rumput laut ini banyak ditemukan di daerah pasang surut yang berdekatan dengan garis pantai dan area yang disukainya adalah habitat yang berlumpur dan tumbuh melekat pada karang atau batu – batuan kecil.
(Ahmad Kadi. 1988)
2.10 Distribusi Coral, Mangrove dan Rumput Laut











(http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm)

2.11 Pengamatan Transek Garis 100 meter
Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang. Disamping itu juga oleh kelandaian (slope) pantai. Substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, subtrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Sedangkan pada daerah pesisir yang mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat cenderung berpasir sampai berbatu.
Daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang potensial bagi bentos pantai ini.
Substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 – 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi.
(http://lariajamift.wordpress.com)

2.11.1 Gastropoda
Gastropoda yang ditemukan pada transek 50 – 100 meter ini banyak ditemukan di substrat pasir berlumpur. Berada di mulut lubang yang banyak terdapat di transek ini. Ada yang berkoloni adapula yang sendiri. Terdiri dari beberapa jenis, umumnya yang memiliki cangkang kerucut asimetri. Adapula gastropoda yang ditemukan menempel pada pancang kayu mangrove. Gastropoda jenis ini serupa dengan gastropoda yang ada di pengamatan mangrove. Kemungkinan berasal dari genus Littorina atau Nodlittorina.
(http://lariajamift.wordpress.com)
2.11.2 Ikan Kardinal
Ikan kardinal ini berada disekitar soft coral yang sedang tumbuh. Ikan ini berukuran kecil dengan mulut besar, sering memiliki garis atau bintik warna pada tubuhnya. Pada saat pengamatan, ikan kardinal yang ditemui adalah ikan kardinal yang memiliki garis pada badannya. Ikan ini memakan zooplankton dan krustasea kecil, seperti kepiting dan udang kecil yang berada di sekitar terumbu karang. (http://lariajamift.wordpress.com)

2.11.3 Ikan Damsel
Bersama ikan kardinal, ikan Damsel ini berenang di area soft coral. Ikan ini berukuran kecil tetapi berjumlah besar pada terumbu karang. Ikan ini berukuran kecil tetapi berjumlah besar pada terumbu karang. Saat pengamatan, ikan ini terlihat bergaris-garis dengan pola vertikal (putih – biru tua). Ikan ini memakan alga di daerah habitat masing-masing, yang mereka jaga dengan agresif terhadap gangguan ikan lain. Ikan yang berwarna lebih banyak biasanya memakan plankton Sedang sebagian lainnya memakan spons, cacing, dan avertebrata lainnya. Damselfish bisa hidup sampai 10 tahun.
(http://lariajamift.wordpress.com)

2.11.4 Coral
Coral merupakan ciri utama suatu perairan laut tropis yang dangkal, temperatur rata-rata tahunan sekitar 23,50C. Coral merupakan hewan karnivora, makanan utamanya yaitu zooplankton yang terdapat di tempat mereka hidup. Karena hidupnya sesil (menetap pada suatu substrat), maka makanannya hanya bergantung pada arus yang membawa zooplanton ke tempat mereka hidup tersebut.
Karang hermatipik adalah karang yang dapat menghasilkan terumbu yang hanya ditemukan di daerah tropis yang ditandai dengan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaring-jaringan polip karang (jaringan endodermalnya) yang dinamakan zooxantellae (dinoflagellata unicellular). Alga-alga ini bersimbiosis melengkapi makanan plankton dari karang perairan tropis yang jernih dan tipis planktonnya. Adanya ikatan simbiosis antara karang dan zooxantellae serta kebutuhan akan penyinaran yang memadai untuk melakukan fotosintesis membantu menjelaskan apa sebabnya spesies-spesies karang pembangun terumbu karang terbatas adanya pada perairan dangkal.
(http://lariajamift.wordpress.com)

2.11.5 Hermatipik coral (hard coral)
Karang ahermatipik adalah karang yang tidak mampu membentuk terumbu karang dan karang ini tersebar diseluruh lautan dunia. Pada pengamatan, karang lunak banyak ditemukan dengan warna yang sangat indah. Ada yang berwarna merah, oranye, hijau, ungu, hingga coklat kehijauan. Tapi sayangnya warna indah coral ini tertutup pasir dan lumpur. Sehingga untuk melihat warnanya yang indah, pasir dan lumpur tersebut harus dibersihkan dahulu. Selain itu, pengendapan pasir dan lumpur tersebut membahayakan kesintasan coral karena pasir dan lumpur yang menempel pada tubuh coral akan menyebabkan proses fotosintesis zooxantellae terganggu. Dan dampak jauhnya, akan terjadi coral bleaching.
(http://lariajamift.wordpress.com)

2.11.6 Sponges
Untuk karang keras dapat dijumpai keberadaan Goniophora sp, Stylophora sp, Acropora sp, Porites sp, Montipora sp, Poccilopora verrucosa, Pectinia sp, dan Fungia sp. Karang-karang ini umumnya tumbuh pada substrat karang mati dan dapat dijumpai pada kedalaman 2 meter hingga 9 meter. Diperkirakan kondisi karang keras yag hidup di DPL Gosong Sawo sekitar 20 %. Sedangkan karang lunak pada umumnya didominasi oleh Xenia sp, Sarcophyton sp, dan Sinularia sp dan diperkirakan tumbuh menutupi wilayah ini sekitar 25%. Sama seperti halnya karang keras, karang lunak tumbuh pada substrat karang mati dan dapat dijumpai pada kedalaman 2 meter hingga 5 meter. Kedua kelompok karang tersebut saling berkompetisi dengan keberadaan biota lain seperti karang api (Millepora sp), algae penghasil kapur Hallimeda sp dan Sponge.
Selain keberadaan karang karas dan karang lunak, juga ditemukan biota asosiasi lain seperti moluska tidak bercangkang nudibranch (seaslug) dari jenis Phyllidia sp dan Chromodoris sp, ikan karang dari kelompok Pomacanthridae (damselfish), Scaridae (Parrotfish), Chaetodontidae (butterflyfish), dan anemon fish (Amphiprion sp), Bintang laut Fromia sp, lili laut (Cenometra bella), serta Kima Tridacna sp. Keberadaan biota asosiasi ini sangat tergantung dengan keberadaan daerah terumbu karang dan bersama-sama membentuk suatu hubungan dalam satu ekosistem.
(http://lariajamift.wordpress.com)

















BAB III
MATERI METODE

3.1 Waktu dan Tempat
1. Waktu : 08.00-11.00 WIB
2. Tempat : Teluk Awur
3.2 Alat dan Bahan :

1. Transek kuadran 1 buah
2. Kamera digital 1 buah
3. Raffia>100 m
4. Masker dan snorkel min 3 buah
5. Gayung min 1 buah
6. Ember min 1 buah
7. Botol sampel atau Plastik secukupnya
8. Sekop 1 buah
9. Ayakan 1 buah
10. Alat Tulis (pensil, kertas folio, sabak, dll)

3.3 Cara Kerja
1. Catat waktu dan kondisi cuaca (berwarna/panas, dll).
2. Mengukur dan mencatatparameter kualitas air dengan DOmeter, pHmeter, thermometer, dan refraktometer.
3. Tarik rol 100 m (raffia 100 m) tegak lurus bibir pantai. Letakkan transek berukuran 1x1 m pada titik-titik stasiun yang telah ditentukan yaitu pada titik yang dekat dengan pantai, titik pertengahan dan titik yang terjauh dari pantai.
4. Lihat panjang substratnya.
5. Amati jenis biota yang terlihat pada tiap-tiap subtransek. Hitung jumlah individu dan jumlah spesies atau familinya.
6. Ambil substrat tersebut dengan kedalaman 10 cm pada tiap-tiap subtransek.
7. Ayak subtract tersebut dengan air untuk mendapatkan biota yang hidup didalam pasir. Hitung jumlahnya.
8. Gambarlah setiap jenis biota yang ditemukan.
9. Hitunglah indeks keanekaragaman dengan rumus :
H’= ─∑(ni / N)Ln(ni / N)
Dimana : H’= Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
N = Jumlah total individu
ni = JUmlah individu tiap spesies ke-i
H’< 1 : indeks Keanekaragaman rendah
1 ≤ H’≤ 3 : Indeks Keanekaragaman tinggi
H’> 3 : Indeks Keanekaragaman tinggi
10. Hitung indeks dominansi dengan rumus :
Dimana : C = Indeks Dominansi
n = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah seluruh individu
C < 0,5 : Dominansi rendah
0,5 ≤ C ≤ 1 : Dominansi sedang
C > 1 : Dominansi tinggi
11. Amatilah kondisi ekosistem pantai berlumpur, beserta ekosistem sekitarnya.
Buatlah gambar Zonasinya.











































BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil
Hasil praktikum pada praktikum Keanekaragaman Hayati Laut ekosistem pantai berlumpur yang dilaksanakan di Teluk Awur adalah sebagai berikut
dengan suhu lingkungan 25,30 C, pH air 8, dan salinitas 24 ppm.
Serta dengan menggunakan taransek kuadran
A1 A2 A3 A4
A8 A7 A6 A5
A9 A10 A11 A12
A16 A15 A14 A13
yang ditempatkan pada jarak tertentu yang telah kami tentukan tegak lurus dari bibir pantai ke arah laut di peroleh data sebagai berikut.
Pada jarak 20 m.
A1 = -
A2 = seaweed (2)
A3 = -
A4 = - A9 = -
A10 = -
A11 = -
A12 = seaweed (1)
A5 = -
A6 = -
A7 = -
A8 = - A13 = -
A14 = -
A15 = Gastropoda (1)
A16 = Gastropoda (1)

Pada jarak 60 m.
A1 = lamun (1)
A2 = lamun (2)
A3 = lamun (1)
A4 = kerang (8) A9 = -
A10 = -
A11 = -
A12 = -
A5 = lamun (1)
A6 = lamun (1)
A7 = lamun (2)
A8 = - A13 = kerang (1)
A14 = -
A15 = kerang (1)
A16 = lamun (1)

Pada jarak 100 m.
A1 = -
A2 = corall (2)
A3 = sponges (1)
A4 = - A9 = -
A10 = -
A11 = -
A12 = -
A5 = sponges (1)
A6 = -
A7 = -
A8 = - A13 = -
A14 = -
A15 = -
A16 = -





















5.2. Pembahasan

Hasil praktikum Keanekaragaman Hayatai Laut yang dapat kami peroleh ternyata di dalam ekosistem pantai berlumpur terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara komponen abiotik (air, sedimen/lumpur) dengan komponen biotic yang ditemukan. Sesuai dengan definisi yang di temukan pada Wikipedia bahwa ekosistem merupakan susunan system ekologi yang terbentuk karena adanya timbale baik antara unsuk biotic dengan unsure abiotik atau ekosistem dikatakan juga sebagai suatau tanatan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsure lingkungan hidup yangsaling mempengaruhi.
Metode yang dipakai pada praktikum keanekaragaman hayati laut ini dengan menggunakan analisis trasek kuadran. Analisis transek merupakan suatu metode yang dilakukan dalam praktikum keanekaragaman hayati laut dengan tujuan untuk mengetahui sebaran biota, interaksi atara biota dengan lingukngan, serta pengaruh dari gejala alam seperti suhu, salinitas, dan pH terhadap kelimpahan biota pada suatu ekosistem.
Dengan melakukan analisis transek kemudian terjadi pembagian atau zonasi pantai berlumpur. Dari setiap zona tersebut terdapat berbagai macam perbedaan biota yang dapat hidup tentunya dipengaruhi oleh lingkungan atau unsure abiotiknya. Seperti gambar Zonasi pantai berlumpur di bawah ini.


Setelah melakukan serangkaian pengamatan dilapangan diperoleh data pengamatan biota yang menempati ekosistem pantai berlumpur Teluk Awur adalah sebagai berikut disertakan pula hasil identifikasi terhadap setiap biota.
6.1. Biota yang ditemukan
6.1.1. Lamun (Enhalus acoroides)
Gambar







Klasifikasi
Kelas : Liliopsida
Ordo : Hydrocharitales
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides (Linn. f.) Royle

Ciri-ciri
Enhallus acoroides mempunyai akar rimpang yang tertutup rapat dengan rambut rambut yang kakau dank eras. Akar berbentuk seperti tali berjumlang banyakdan memanjang antara 18,59 mm danpai 157,65 mm berdiameter sekitar 3,00 – 5,00 mm.
Bentuk daun seperti sabut tepinya rata dan unjungnya tumpul.
Enhallus acoroides biasa tumbuh di pantai berlumpur yang selalu tergenang air. Vegetasi umumnya sangat melimpah tetapi akan berkurang apabila hidup didaerah pasang surut. Tumbuhnya berpencar membentuk kelompok kelompok kecil terdiri dari beberapa individu atau kumpulan individu yang rapat berupa kelompok murni.





6.1.2. Gastropoda (Littorina scabra)
Gambar







Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Spesies : Littorina scabra

Ciri-ciri
Gaster artinya perut, dan podos artinya kaki. Jadi Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak, berjalan dengan perut yang dalam hal ini disebut kaki. Gerakan Gastropoda disebablan oleh kontraksi-kontraksi otot seperti gelombang, dimulai dari belakang menjalar ke depan. Pada waktu bergerak, kaki bagian depan memiliki kelenjar untuk menghasilkan lendir yang berfungsi untuk mempermudah berjalan, sehingga jalannya meninggalkan bekas.Sebagian besar Gastropoda mempunyai cangkok (rumah) dan berbentuk kerucut terpilin (spiral). Bentuk tubuhnya sesuai dengan bentuk cangkok. Gastropoda yang hidup di air, bernafas dengan insang.
Alat ekskresi berupa sebuah ginjal yang terletak dekat jantung. Hasil ekskresi dikeluarkan ke dalam rongga mantel. Sistem peredaran darah adalah sistem peredaran darah terbuka. Jantung terdiri dari serambi dan bilik (ventrikel) yang terletak dalam rongga tubuh.
Sistem saraf terdiri atas tiga buah ganglion utama yakni ganglion otak (ganglion cerebral), ganglion visceral atau ganglion organ-organ dalam dan ganglion kaki (pedal). Ketiga ganglion utama ini dihubungkan oleh tali saraf longitudinal, sedangkan tali saraf longitudinal ini dihubungkan oleh saraf transversal ke seluruh bagian tubuh. Di dalam ganglion pedal terdapat statosit (statocyst) yang berfungsi sebagai alat keseimbangan.
Gastropoda mempunyai alat reproduksi jantan dan betina yang bergabung atau disebut juga ovotestes. Gastropoda adalah hewan hemafrodit, tetapi tidak mampu melakukan autofertilisasi. Beberapa contoh Gastropoda adalah bekicot (Achatina fulica), siput air tawar (Lemnaea javanica), siput laut (Fissurella sp), dan siput perantara fasciolosis (Lemnaea trunculata).

6.1.3. Rumput laut (Halimeda makronata)
Gambar






Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae (Demospongiae)
Ordo : Myxopongia
Spesies : Calliyspongia joubini
Ciri-ciri
Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Dalam bahasa Inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Beberapa daerah pantai di bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Di pantai selatan Jawa Barat dan Banten misalnya, rumput laut dapat ditemui di sekitar pantai Santolo dan Sayang Heulang di Kabupaten Garut atau di daerah Ujung Kulon Kabupaten Pandeglang. Sementara di daerah pantai barat Sumatera, rumput laut dapat ditemui di pesisir barat Provinsi Lampung sampai pesisir Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan diantaranya adalah Euchema cottonii dan Gracelaria sp. Beberapa daerah dan pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan Papua.
6.1.4. Spons I (Calliyspongia joubini)
Gambar






Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae (Demospongiae)
Ordo : Myxopongia
Spesies : Calliyspongia joubini

Ciri-ciri
Porifera (Spons) adalah hewan air yang hidup di laut. Hidupnva selalu melekat pada substrat (sesil) dan tidak dapat berpindahtempat secara bebas.
Ciri utama Þ memiliki iubang (Pori) yang banyak dan membentuk suatu Sistem Saluran. Air dan makanan yang larutdidalamnya diarnbil oleh hewan tersebut masuk melalui lubang Ostium, kemudian masuk ke dalam rongga tubuh. Setelahmakanan diserap air yang berlebihan dikeluarkan melalui lubang yang di sebutOskulum.
Terdapat sel dengan bentuk khusus yang disebut Koanosit atau Sel Leher yang berfungsi untuk pencemaan makanan.Sel koanosit memiliki nukleus, vakuola dan flagel. Karena pencernaan berlangsung di dalam sel maka pencernaan Intrasel.
Mempunyai Eksoskeleton (Rangka Luar): terdiri dari serabut-serabut lentur yang disebut Spongin dan terdiri dari duriyang disebut Spikula.
Pembiakan dengan cara generatif (kawin), hewan ini mempunyai daya Regenerasi yang tinggi.
5.1.5. Spons II (Achervochalina confuse)
Gambar






Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae (Demospongiae)
Ordo : Myxopongia
Spesies : Achervochalina confusa
Ciri-ciri
tubuhnya berpori (ostium), tubuh porifera asimetri (tidak beraturan), meskipun ada yang simetri radial. berbentuk seperti tabung, vas bunga, mangkuk, atau tumbuhan.
Ciri-ciri anatominya antara lain:
memiliki tiga tipe saluran air, yaitu askonoid, sikonoid, dan leukonoid. pencernaan secara intraseluler di dalam koanosit dan amoebosit. Porifera hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan. Habitat porifera umumnya di laut.
Porifera melakukan reproduksi secara aseksual maupun seksual. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule. Gemmule disebut juga tunas internal. Gemmule dihasilkan menjelang musim dingin di dalam tubuh Porifera yang hidup di air tawar. Secara seksual dengan cara peleburan sel sperma dengan sel ovum, pembuahan ini terjadi di luar tubuh porifera.
Peran Porifera dalam kehidupan
Beberapa jenis Porifera seperti Spongia dan Hippospongia dapat digunakan sebagai spons mandi.
Zat kimia yang dikeluarkannya memiliki potensi sebagai obat penyakit kanker dan penyakit lainnya.
6.1.5. Polychaeta (Arenicola)
Gambar






Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Polychaeta
Spesies : Arenicola

Ciri-ciri
Polychaeta adalah kelas cacing anelida yang umumnya hidup di air. Seluruh permukaan tubuh polychaeta mengandung rambut-rambut kaku dilapisi kutikula sehingga licin dan kaku. Tubuhnya berwarna menarik, seperti ungu kemerah-merahan. Setiap segmen tubuh polychaeta dilengkapi dengan sepasang alat gerak atau alat berenang yang disebut parapodia. Alat ini pun berperan sebagai alat pernapasan.
Polychaeta memiliki kelamin terpisah. Perkembangbiakannya dilakukan dengan cara seksual. Pembuahannya dilakukan di luar tubuh. Telur yang telah dibuahi tumbuh menjadi larva yang disebut trakofora.

5.2. Perhitungan
Selajutnya kami melakukan pengitungan untuk mengetahui indeks keseragaman (H`) dan indeks dominasi (C) biota yang ditemukan terhada ekosistem patai berlumpur dengan menggunakan rumus di bawah ini.
5.2.5. Indeks Keseragaman (H`)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
Dengan
H’ : indeks keseragaman
Ni : Jumlah individu tiap spesies ke-i
N : jumlah total individu
Serta klasifikasi indeks keseragamannya apabila
H’< 1 maka indeks keanekaragaman rendah,
1≤ H’ ≤ 3 maka indeks keanekaragaman sedang,
H’ > 3 maka indeks keanekaragaman tinggi.
Perhitungan setiap individu yang ditemukan adalah sebagai berikut
1. Lamun (Enhalus acoroides)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
= - ∑ (9/27) /Ln (9/27)
= 4,09 (Keanekaragaman tinggi)
2. Gastropoda (Littorina scabra)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
= - ∑ (2/27) /Ln (2/27)
= 2,88 (keanekaragaman sedang)

3. Rumput laut (Halimeda makronata)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
= - ∑ (3/27) /Ln (3/27)
= 2,27 (Keanekaragaman sedang)

4. Spons I (Calliyspongia joubini)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
= - ∑ (3/27) /Ln (3/27)
= 2,27 (keanekaragaman sedang)

5. Spons II (Achervochalina confuse)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
= - ∑ (3/27) /Ln (3/27)
= 2,27 (Keanekaragaman sedang)

6. Polychaeta (Arenicola)
H’ = - ∑ (ni/N) /Ln (ni/N)
= - ∑ (1/27) /Ln (1/27)
= 0,001 (Keanekaragaman rendah)

6.2.2. Indeks dominasi (C)
C = ∑ (ni/N)2
Dengan
C : indek dominasi
Ni : jumlah individu ke-i
N : Jumlah total individu
Apabila
C < 0,5 maka dominasi rendah
0,5 ≤ C ≤ 1 maka dominasi sedang
C > 1 maka diminasi tinggi

Perhitungan setiap individu yang ditemukan adalah sebagai berikut
1. Lamun (Enhalus acoroides)
C = ∑ (ni/N)2
= ∑ (9/27)2
= 0,11 (Dominasi rendah)
2. Gastropoda (Littorina scabra)
C = ∑ (ni/N)2
= ∑ (2/27)2
= 0,0049 (Dominasi rendah)

3. Rumput laut (Halimeda makronata)
C = ∑ (ni/N)2
= ∑ (3/27)2
= 0,012 (dominasi rendah)

4. Spons I (Calliyspongia joubini)
C = ∑ (ni/N)2
= ∑ (2/27)2
= 0,0049 (Dominasi rendah)
5. Spons II (Achervochalina confuse)
C = ∑ (ni/N)2
= ∑ (2/27)2
= 0,0049 (Dominasi rendah)
6. Polychaeta (Arenicola)
C = ∑ (ni/N)2
= ∑ (1/27)2
= 0,01 (Dominasi rendah)



































BAB VI
PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Pantai berlumpur adalah pantai yang subtract penyususnnya sebagaian besar ialah lumpur. Pantai berlumpu sering dijumpai muara sungai yang ditumbuhi oleh mangrove.

Ekosistem pantai berlumpur adalah terjadinya interaksi timbale balik yang saing menguntungkan antara komponen abiotik dengan komponen biotic yang terjadi pada pantai berlumpur.

biota yang ditemukan pada ekoosistem pantai berlumpur adalah lamun (Enhallus acoroides), rumput laut (Halimeda microloba), Polychaeta (Arenicola), sponges I (Calliyspongia joubini), spones II (Achervochalina confuse)

Indeks keanekaragaman pada pantai berlumpur adalah sedang dimana nilai indeks keanekaragamannya adalah 1 ≤ H’ ≤ 3

Indeks nilai dominasi biota adalah rendah dengann nilai indeknya dalah C≤ 0,5

7.2. Saran
Sebelum melakukan praktikum diharapkan semua praktikan mempelajari modul yang diebrikan asisten sehingga dalam pelaksanaan praktikum akan berjalan dengan lancer sesuai dengan metode yang terdapat dalam modul.


BAB VII
DAFTAR PUSTAKA

Begen, D. G. 2002. Ekosistem danSumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PK-SPL. IPB, Bogor.
I.T. Webster, P.W. Ford, B. Robson, N. Margvelashvili, J. Parslow. 2003. Conceptual models of the hydrodynamics, fine sediment dynamics, biogeochemistry and primary production in the Fitzroy Estuary. Draft Final Report For Coastal CRC Project CM-2 October 2003. CSIRO Land and Water GPO Box 1666, Canberra 2601.
Johannessen, J.W., MacLennan, A., and McBride, A, 2005. Inventory and Assessment of Current and Historic Beach Feeding Sources/Erosion and Accretion Areas for the Marine Shorelines of Water Resource Inventory Areas 8 & 9, Prepared by Coastal Geologic Services, Prepared for King County Department of Natural Resources and Parks, Seattle, WA.
Kadi, Achmad dan Wanda S. A. 1988. Rumput Laut (algae): Jenis, Reproduksi,Budidaya, dan Pasca Panen. Seri Sumber Daya Alam 141. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi.
Nybakken. James W. 1982. Marine Biology : an ecological approach (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.
Zedler,J.B. 1980. Algal mat productivity: Comparisons in a salt marsh. Estuaries 3
http://id.wikipedia.org/wiki/rantai_makanan
http://jchkumaat.wordpress.com
http://lariajamift.wordpress.com/2007/10/04/pengamatan-transek-garis-100-meter-pulau-pari-bagian-selatan/
http://www.iwf.or.id/ekosistem.htm

  • Share:

You Might Also Like

0 comments